1. Republik Kongo – $300 (GDP Per Kapita)
Negara ini dulunya dikenal dengan nama
Zaire (sejak tahun 1971 hingga 1997). Negara yang menggunakan bahasa
Prancis sebagai bahasa resminya ini kondisinya porak-poranda oleh
perang. Perang Kongo kedua pecah pada tahun 1998. Perang yang melibatkan
setidaknya tujuh tentara negara asing ini adalah konflik paling
mematikan di dunia sejak Perang Dunia II yang telah menewaskan 5.400.000
orang. Di Afrika, perang ini disebut sebagai Perang Dunia Afrika. Pada
tahun 2010, diperkirakan setidaknya 45.000 orang di Kongo tewas setiap
bulannya.
Republik Kongo juga
dikenal sebagai salah satu tempat terakhir di bumi yang memiliki suku
kanibal. Memakan manusia adalah cara untuk bertahan hidup dalam
kelaparan yang mempengaruhi sekitar 67% dari populasi. Kongo juga
diyakini sebagai tempat terburuk di dunia bagi para wanita, karena ia
memiliki tingkat pemerkosaan paling tinggi dalam setahun. Warga
setempat percaya bahwa “tidur” dengan seorang gadis perawan akan
menyembuhkan AIDS.
2. Burundi – $300 (GDP Per Kapita)
Perang antarsuku menjadi pemandangan
yang selalu dapat dijumpai di sini. Burundi sangat miskin dikarenakan
negara tersebut tidak pernah benar-benar punya waktu untuk menghentikan
perang sipil yang abadi. Korupsi, akses masyarakat miskin terhadap
pendidikan, dan persentase yang tinggi dari HIV dan AIDS adalah semua
hal yang dikenal mengenai Burundi.
Sekitar
80% dari penduduknya hidup dalam garis kemiskinan. Menurut Program
Pangan Dunia, 57% dari anak di bawah lima tahun menderita kekurangan
gizi kronis. 93% dari pendapatan Burundi berasal dari penjualan ekspor
kopi. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di 178 negara, penduduk
Burundi memiliki kepuasan hidup terendah di dunia dan hampir seluruhnya
hidup bergantung pada bantuan asing.
3. Liberia – $500 (GDP Per Kapita)
Liberia adalah salah satu dari sedikit
negara di Afrika yang belum pernah dijajah oleh bangsa Eropa.
Sebaliknya, Liberia didirikan dan dijajah oleh para budak yang melarikan
diri dari Amerika. Budak ini terdiri elite negara dan mereka
mendirikan pemerintahan yang mirip dengan Amerika Serikat.
Pada
tahun 1980, presiden Liberia digulingkan dan diikuti periode perang
sipil. Setelah memakan korban ratusan ribu orang, Liberia berada dalam
krisis ekonomi yang mendalam. Statistik menunjukkan bahwa sekitar 90%
dari penduduk hidup di bawah penghasilan $1,25 /hari. Sebagai salah
satu dari tiga negara termiskin di dunia, Liberia memiliki tingkat
pengangguran yang mencapai angka 85%.
4. Somalia – $600 (GDP Per Kapita)
Tidak seperti kebanyakan negara Afrika
lainnya, Somalia belum pernah secara resmi dijajah oleh negara
manapun. Upaya Kerajaan Inggris untuk membangun koloni di sana berhasil
dihalau. Sementara Somalia yang terletak di Afrika Timur itu memiliki
hubungan dekat dengan dunia Arab karena menjadi salah satu anggota Liga
Arab. Mungkin, karena berlatar belakang Islam, Somalia memiliki salah
satu tingkat penderita HIV dan infeksi AIDS terendah. Somalia menjalin
persahabatan dengan Uni Soviet untuk membangun militer terbesar di
Afrika. Namun sayangnya, hal itu terbukti tidak efektif untuk menahan
perang sipil yang pecah pada tahun 1991.
Dalam
beberapa tahun terakhir, orang-orang miskin di Somalia telah menemukan
cara baru untuk mendapatkan uang. Hal tersebut tak lain dengan cara
pembajakan kapal internasional dan mengambil kru dan kargo sebagai
sandera. Pembajakan di Somalia telah menjadi begitu umum. Ketika
anak-anak muda tumbuh dewasa, mereka ingin menjadi bajak laut karena di
situlah uang berada. Perusahaan internasional diwajibkan membayar uang
tebusan kepada bajak laut antara 1–20 juta dolar hanya untuk
mendapatkan kapal kembali. Bahkan tebusan untuk sebuah kapal tanker
yang mengangkut minyak dapat senilai seratus juta dolar.
Beberapa
bulan yang lalu, kapal berbendera Indonesia menjadi salah satu korban
pembajakan yang dilakukan oleh bajak laut Somalia. Namun, kapal
tersebut akhirnya dilepaskan setelah pemerintah bersedia membayar uang
tebusan kepada mereka.
5. Guinea-Bissau – $600 (GDP Per Kapita)
Sebagai salah satu negara dengan GDP
per kapita terendah, lebih dari dua-pertiga penduduk Guinea-Bissau
hidup di bawah garis kemiskinan. Perekonomian terutama bergantung pada
pertanian, perikanan, kacang mete, dan kacang tanah sebagai ekspor
utama. Suatu periode panjang ketidakstabilan politik telah menyebabkan
aktivitas ekonomi tertekan, memburuknya kondisi sosial, dan meningkatkan
ketidakseimbangan makro-ekonomi.
Setelah
beberapa tahun berlalu, tepatnya pada tahun 1997, Guinea-Bissau
memasuki sistem moneter CFA Franc. Namun, kemerosotan ekonomi dan
ketidakstabilan politik telah menyebabkan instabilitas moneter
internal. Perang sipil yang terjadi pada tahun 1998 dan 1999 serta
kudeta militer pada bulan September 2003 kembali mengganggu kegiatan
ekonomi.
Sejak sekira 2005, para
pengedar narkoba yang berbasis di Amerika Latin mulai menggunakan
Guinea-Bissau, bersama dengan beberapa negara tetangga Afrika Barat,
sebagai titik transshipment untuk pengedaran kokain ke Eropa.
No comments:
Post a Comment